THE LYING BASTARD


“Love all, trust a few, do wrong to none.”

--William Shakespeare

 

Setelah begitu lama sejak pertemuan terakhir, pada bulan Februari 2014 aku menjalin komunikasi lagi dengannya.

Seorang kawan. Atau yang kupikir sebagai kawan.

Sesak rasanya jika mengingat insiden itu. Aku kesulitan untuk menggambarkan pengkhianatan itu. Ah, sangat buruk, dan aku hanya bisa menyaringnya menjadi semacam lelucon miris yang bisa disajikan untuk bahan tertawaan.

Februari 2014.

Iseng – iseng aku ingin menanyakan kabar kepada kawan itu. Namanya Pur. Dengan bangga ia mencantumkan nama alias di profil laman Facebooknya: Purt Cobain Nirvana. Sekarang sebenarnya aku agak sinis terhadap orang – orang yang memakai nama idola daripada nama aslinya. Okelah, mungkin biar keren. Mungkin juga supaya orang – orang tidak perlu tahu nama aslinya. Karena, Facebook hanya ada di dunia maya. Dunia sosial yang semu yang berdiri di atas kawat tak terlihat: Internet.

Atau semakin aneh semakin keren? Atau sebagai pembuktian diri bahwa mereka adalah fans sejati?

Entahlah, aku lebih memilih menjadi diri sendiri. Tak perlu nama alias. Walau sebelumnya aku pernah juga mencantumkan nama idolaku di belakang nama saduran dari namaku sendiri: Ditz Kobain.

Masa itu telah terlewati. Sekarang aku berprinsip.

Apa kabar?

Setelah beberapa hari kawan itu baru membalas. Dalam jeda waktu yang lumayan lama percakapan kami terjalin. Masih seputar musik. Dulu sekali, aku dan dia membentuk sebuah band yang namanya selalu berganti tergantung mood. Morvin, Jellvin, Amulato, dll. Aku gitar vokal, dia bass, drummer tidak tetap. Jika saja drummer itu bisa mempertahankan gaya tabuhannya, pasti kami masih solid, setidaknya sampai lulus SMK.

Aku menanyakan apa kabar lagu – laguku yang sempat ia bawakan ulang dengan band barunya. Setelah berganti – ganti drummer dan tidak menemukan yang cocok sama sekali, band kami bubar. Aku memulai dengan orang lain dan dia pun begitu.  Lagu Morvin, Jellvin, Amulato, dll tak lagi terdengar di studio – studio musik kecil di Padangan.

Oh ya, semua lagu aku yang tulis.

Dialah segelintir teman yang kubilang cukup dekat denganku semasa SMK.

Dua tahun kami tidak bertemu selepas SMK. Aku sibuk tenggelam dan “hampir mati” di kamp konsentrasi di daerah Bekasi. Sebuah loka latihan milik pabrik ban ternama.

2009 - 2010. Kami masih memiliki nomor masing – masing. Kabarnya, dia telah membentuk band baru, jadwal manggungnya cukup padat, memakai nama Amulato. Dia juga memiliki studio lengkap.

Amarahku meletup. Karena tahu dia memakai lagu – laguku tanpa ijin dariku. Bukankah itu curang? Bukankah itu mencuri namanya? Aku maki dia habis – habisan. Berbulan – bulan kemudian aku tak lagi mengiriminya pesan singkat.

Dasar Pencuri!

2011. Aku mencoba meredam amarah dan rasa terkhianati itu. Kukirim dia pesan singkat lagi. Yang isinya meminta agar aku bisa gabung dengan grup bandnya. Karena akulah si pembuat lagu – lagu itu. Dia sesumbar, bahwa bandnya juga telah menelurkan banyak lagu. Dan beberapa album sudah terformat jadi mp3. Aku iri? Jelas! Karena itulah aku memaksa untuk bergabung. Lalu ia bercerita tentang bandnya. Si vokal suaranya bagus dan nge-rock, gitarisnya bisa berbahasa itali yang lalu menyisipkan kalimat – kalimat itali dalam lirik lagu, dan dia sekarang jadi gitaris. Lagu – laguku digubah, diaransemen, dipenuhi melodi – melodi gitar listrik yang melengking. Laguku yang berjudul if any of you sekarang lebih full. Tidak sekedar bait singkat yang diulang – ulang seperti versiku. Seperti ini liriknya.

 

If any of you don’t like us

Or women or black people lives

Please leave us the fuck alone.

 

Cuma segitu saja. Ringkas.

Sampai sekarang aku belum pernah mendengar lagu itu versinya. Banyak sekali alasan.

Begini, dia juga pernah cerita waktu manggung di sebuah acara sebagai band pembuka membawakan laguku yang berjudul Hardly Gun yang setelah itu akan disusul oleh band populer Indonesia: Gigi. Menurut cerita singkatnya, sang vokalis Gigi, Armand Maulana menjelek – jelekkan band dia, mengatai bahwa musik yang dia bawakan sama sekali bukan musik. Musik apa itu? Ngak ngik ngok doang. Tak mau kalah, dia dan personil lainnya naik pitam, hampir diajaknya berantem itu si Armand. Sampai akhirnya dilerai oleh Dewa Budjana yang kalem dan filosofis, ia lebih menghargai selera musik orang. Begitulah seharusnya seorang musisi. Aku agak sangsi dengan cerita ini karena tidak pernah terbukti kebenarannya. Mungkin saja dia hanya membual.

Oke. Dia setuju untuk memasukkanku sebagai gitaris tambahan. Keputusan nekat tak bertanggung jawab yang kubuat semasa masih sekolah di loka latihan itu, padahal belum selesai. Aku minta dia menjemputku di suatu hari libur. Tapi tak kunjung ia datang. Di hari H, aku telpon dia bolak – balik yang mengangkat pacarnya. Dengan nada marah aku minta dia serahkan ponsel itu pada yang bersangkutan. Hei bagaimana sih, jadi tidak?

Dia baru bangun tidur, selesai manggung. Begitu katanya.

Batal sudah aku bergabung dengan band itu.

Lama berselang, ada berita bahwa studio miliknya rusak, dibakar oleh sekelompok fans band musik lain. Menurut infonya, grup vandal itu adalah fans dari Kotak. Hanya dua gitar listrik dan bass yang terselamatkan dari musibah itu. Sungguh disayangkan. Sungguh.

Tak lama, band Amulato bubar. Personilnya lebih memilih kerja sendiri – sendiri.

Aku yang tengah dirundung kekhawatiran tidak lulus dan tidak diterima di berbagai pabrik pun, pulang kampung. Dengan uang terbatas. Bekasi ke Bojonegoro. Untung saja ada kakak tingkat yang baik hati mengajakku bersamanya naik kereta.

Sampai di desa, di suatu hari setelah lebaran aku menyempatkan diri pergi ke rumah sang kawan itu. Di Purwosari. Semasa SMK aku sering menghabiskan waktu di rumahnya, main gitar dan menciptakan lagu.

Kami bertemu lagi. Bercerita panjang lebar tentang musik. Nirvana, LinkinPark, Muse, System of A Down, dll. Aku tunjukkan lagu baruku yang aku rekam via komputer dulu di asrama. Sebuah lagu berjudul Thanks for who. Katanya lumayan, ayo kapan – kapan ngejam. Tentu saja rencana itu tak pernah terwujudkan. Oh ya, aku menanyakan lagu – laguku berformat mp3. Katanya ada, di ponsel pintar Iphone miliknya yang sayangnya, layarnya telah pecah, tak bisa berfungsi. Setelah sekian lama, aku masih tak bisa mendengarkan lagu – laguku yang dibawakan oleh band barunya itu.

Lalu aku dapat pekerjaan, di BSD. Kami tak berjumpa lagi. Melalui Facebook kami masih bertukar kabar. Dirinya telah bekerja di SCTV. Okelah.

Februari 2014.

Aku menawarinya untuk membentuk band lagi denganku. Aku masih minat bermain musik, main gitar. Membuat lagu grunge lagi. Dia menyambutnya dengan gembira. Dengan baik hati dia menawariku gitar listrik untuk ditaruh di kontrakanku di Ciledug. Girang tentunya, aku mau. Kapan?

Dua minggu berselang dia tak menepati janjinya. Sampai insiden tak mengenakkan itu terjadi. Kawan itu sungguh merepotkan.

Aku kira dia akan datang naik motor dan sambil membawa tas gitar listrik Fender.

Tapi tidak. Dia menunggu seperti anak hilang di depan alfamart Sari Asih. Dia terserempet motor waktu menyeberang, dia tidak apa – apa tapi tasnya putus. Aku ajak dia ke rumahku. Gitarnya mana?

Dibawa teman dia bilang. Motornya pun dibawa. Seorang teman yang juga berasal dari SMK yang sama. Murjito namanya. Aku lupa – lupa ingat.

Aku jamu kawanku dengan sepiring spaghetti bolognese. Aku agak aneh, masa’ orang yang mengaku bekerja di SCTV dan punya rumah di senayan hasil jual rumah di desa Purwosari sepeninggal kedua kakek neneknya, tidak tahu apa yang kusajikan itu adalah spaghetti. Betapa masih udiknya dia. What?? Dia bilang itu mi medan. Aneh sekali.

Kami berdua menunggu. Ponsel usangnya tak mendapat sinyal. Murjito berjanji untuk datang pula ke rumahku membawa gitar serta menjemput dia pulang. Gitar listrik Fender itu akan tergantung di dinding kamarku. Harapanku sih begitu.

Tapi Murjito tak kunjung datang sampai jam sembilan malam. Aku menawari ponsel pintar Lumia 520 kepadanya untuk menelepon Murjito.  Dipakainya untuk mengirim pesan, telpon dan Facebook-an.

Aku melambung ketika Murjito mengabari ia telah sampai di gerbang komplek keuangan Ciledug. Fender akan tiba. Tapi aneh bin ajaib, Murjito tak mau langsung masuk ke dalam komplek, padahal kontrakanku tidak jauh dari gerbang. Sambil memakai ponselku, kawan itu menelepon. Kami menunggu di depan kontrakan. Murjito minta dijemput. Melawan rasa tak enak yang tiba – tiba muncul dari perutku, kubiarkan dia berjalan menjauh, menuju gerbang, sambil menelepon. Aku tunggu dengan sabar.

Lima menit. Sepuluh menit. Kok mereka tidak kembali. Lumia 520 ku!!! Masih dibawa!

Aku segera mengecek ke dalam kamar, tas yang dia bawa. Kosong tak ada isinya!

Aku bergegas mengenakan celana, menyalakan motor dan menuju gerbang. Tak ada tanda – tanda dua kawan itu. ke manakah mereka?

Was – was melandaku. Aku mengumpat berkali – kali. Aku pulang lagi. Menelepon nomor ponselku sendiri. Pertama masih nyambung, kedua tidak diangkat, ketiga mati, selanjutnya tetap mati.

Kartuku telah dilepas? Lumiaku telah pergi?

Aku kembali lagi ke gerbang, menunggu di atas motor. Was – was level sepuluh. Pulang lagi. Menelepon lagi. Tidak nyambung. Aku telpon kekasihku, dan menceritakan apa yang telah terjadi. Tidak!! Kawan itu membawa Lumia 520ku.

Berbagai skenario muncul di kepalaku. Akibat sering menonton serial detektif. Mungkin dia telah bersekongkol. Mungkin si Murjito yang memaksanya setelah ia melihat ponsel pintar bagus itu, mungkin kawanku itu terlibat di sebuah sekte, entahlah.

Aku beranikan diri menanyai penjaga warung dan tukang ojek.

Bang, lihat bocah setinggi aku, gemuk, pakai jaket tebel, celana jeans, ketemu temennya naik motor dan bawa gitar? Sekitar setengah sepuluhan gak?

Iya lihat. Langsung cabut mereka.

Kampret!!

Betul kan! Ponselku dicuri. Bangsat! Penipu!

Aku pulang dengan kegelisahan penuh. Banyak data yang tersimpan di dalam ponsel lumia itu. Aku tak sanggup tidur sampai jam dua belas malam. Memikirkan apa yang telah terjadi. Pengkhiatan itu rasanya sungguh aneh bin tak mengenakkan. Aku tertusuk, tapi rasanya tak sungguh sakit. Padahal seharusnya aku merasa sakit. Entah kenapa aku merelakan. Aku seharusnya dendam. Tapi tak begitu dendam. Kenapa?

Apakah aku lemah karena mempercayai kawan lama? Seharusnya aku melebarkan benteng kepercayaanku kepada kawan lama itu. Dan mungkin untuk setiap orang. Selanjutnya aku harus lebih hati – hati. Kepada orang baru atau pun kawan lama.

Ingin rasanya perkara ini dibawa ke polisi. Tapi aku pesimis. Terutama terhadap segala macam birokrasi di negeri ini. Aku telah sering melihat ketidak adilan terjadi, kebusukan di mana – mana. Aku jadi enggan. Meski Lumia 520 yang hilang. Dan juga aku tak punya cukup bukti. Nomor kawanku itu tak aktif lagi. Semua nomornya tidak aktif. Facebook-ku diblokir. Aku pun tidak tahu rumahnya. Cerita tentang dirinya bekerja di SCTV pun aku jadi ragu bahwa itu hanyalah bualan.

Esok harinya aku segera melacak ponselku. Di Lumia 520 ada fitur find my phone melalui website Windowsphone. Kuharap akun microsoftku di ponsel itu tak segera ia hapus, dan kuharap dia masih menyalakan paket data. Tapi harapanku pupus. Ponselku terakhir berada di perempatan Ciledug. Di jam maghrib. Betul, aku waktu menunggu kabar penjemputannya berada di situ.

Data. Untung semua dataku tidak hilang. Rupanya dia langsung mereset ponsel itu. Yang otomatis semua akunku terhapus. Dengan sigap aku merubah semua kata kunci akunku.

Hilang sudah Lumia 520 ku, foto – fotoku, dan Bangsat!! Cicilannya belum lunas.

Begitulah, biarkanlah, biar Tuhan Yang Maha Esa  yang membalas perbuatannya. Aku relakan saja sudah. Walau setiap hari aku tetap mengecek find my phone.

Dengan bijak kekasihku menenangkanku.

Kita tidak akan bisa menghalangi apa pun yang akan pergi, walau dengan alasan sangat mencintai.

 

Dan cerita itu menjadi lelucon antar aku dan teman kantor.

 

Kalau diingat memang bikin sesak tuh. Ayo kalau mau dilacak, kita samperin ke SCTV. Gimana e, teman sendiri masalahnya. Sebegitunya.

Ga usahlah pak.

 Dan apa – apa yang pernah dia ceritakan padaku kuanggap saja bohong. Dia telah menunjukkan kualitas dirinya. Pembohong. Pencuri. Pengkhianat.

 

HARDLY GUN

let me sing and hear it now

come with you and dance we are

dont let go and blue this mind

smile is here and lead the way

 

dont you lie dont start this game

i will cry and i hate you

be yourself and come to this

kurt is dead and speak the truth

 

can i buy a gun to shoot your heart is so hard

so i save my head because

i like to clear everywhere

and free and free

free and free

free and free

 

Komentar

  1. Wow. Jadi yang waktu februari itu WA nya off. Itu, karena ini?

    BalasHapus
  2. Anda betul. Itu dilakukan untuk menghindari penyalahgunaan oleh si pencuri.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

INSOMNIAC SLEEPING BEAUTY

LOKA / LOCA? -- Part 1 "SELEKSI"

KI BONGKOK, POHON AJAIB, PUTRI ANGSA