KI BONGKOK, POHON AJAIB, PUTRI ANGSA

“It’s odd to suddenly discover you’re happy right in the middle of a moment. Usually, you don’t recognize happiness until it’s over and you’re looking back on it.” 
 
Wodke Hawkinson, Betrayed - Alternate Ending
--cerpen dibuat dalam rangka mengikuti Giveaway Juli di grup PNFI-- 
Ki Bongkok capek dengan kondisinya. Punggungnya melengkung membuatnya seperti senantiasa mau bersujud. Ia kesulitan berjalan. Sehingga membutuhkan tongkat untuk menyeimbangkan langkah. Tak cuma postur tubuhnya yang naas, rupanya pun tak jauh beda. Buruk rupa sudah menjadi julukan seumur hidup. Ia benci cermin dan segala hal yang memantulkan rupa. Ia benci dunia!
Ia tinggal di gubuk terpencil di payudara gunung. Gubuk kecilnya itu dilingkupi pepohonan berdaun hijau gelap yang di kala malam bikin merinding para pendaki. Sehingga aman baginya dari peradaban. Karena dahulu ia pernah diperlakukan tak baik oleh penduduk kaki gunung. Dikatakan bahwa Ki Bongkok adalah kutukan dewa Atasawan. Ki Bongkok dendam kepada orang yang mengatakan itu. Ia bersumpah suatu saat nanti akan membunuhnya. Dikatakan pula bahwa keberadaannya di kampung kaki gunung bisa menjadi malapetaka. Semua orang termakan isu itu dan ramai-ramai mengusir Ki Bongkok. Saat ia diarak masal, Ki Bongkok berkata dengan tenang. “Tunggu saja, pembalasan selalu ada di akhir. Kalian akan merasakannya. Kalian akan menelan ludah.”
Selesai mengatakan itu ia diludahi beramai-ramai.
Di malam-malam perenungan nasib, Ki Bongkok selalu bertanya-tanya. Apa memang benar ada dewa di Atasawan sana? Yang memberinya kutukan ini. Ah, ia benci! Ia pun jadi termakan perkataan orang itu.
Maka dendam dan penuntutan balas yang membuatnya bertahan hidup. Suatu saat nanti. Ya suatu saat nanti. Mereka semua akan bertekuk lutut di kakinya. Suatu saat nanti…. Ki Bongkok akan menjelma pangeran tampan.
Dan itu pun memang terjadi. Dimula dari seorang pendaki yang tersesat. Kala malam badai mengguncang pundak gunung. Pendaki itu mengetuk gubuk Ki Bongkok. Adalah seorang tua renta berjenggot putih panjang. Ki Bongkok melihat si pak tua seperti melihat dirinya. Ia pun tak tega. Seberapa pun ia benci orang-orang, masih ada secuil iba di hati. Maka ia mengijinkan si pak tua masuk. Baru tahu Ki Bongkok bahwa si pak tua itu buta, saat melangkah dan si pak tua terbentur bingkai pintu.
“Siapa nama kisanak?” tanya Ki Bongkok. “Kisanak menderita kebutaan?”
Si pak tua mencari-cari suara. Menjawab dengan salah hadap. “Nama adalah Tuwek Warugan. Menderita kebutaan, iya.”
Ki Bongkok membuatkan sup jamur untuk Tuwek Warugan supaya badannya hangat. Serta menyiapkan kasur dari jerami. Di pagi hari Tuwek Warugan hendak pamit.
“Terima kasih kisanak Bongkok. Kisanak baik hati. Terharu saya menjadi. Ini sebagai balas kasih saya.” Tuwek Warugan menyerahkan satu kantung kulit. “Semoga apa yang Kisanak Bongkok inginkan tercapai.”
“Hati-hati di jalan kisanak Tuwek Warugan.”
Dibukanya kantung itu oleh Ki Bongkok. Sebutir benih pohon. Bulatan berwarna kehijauan. Ki Bongkok pernah mendengar cerita tentang pohon ajaib yang bisa tumbuh sampai menyentuh Atasawan. Seketika Ki Bongkok mempercayai kisah itu nyata. Ia mau membuktikan adakah dewa di Atasawan. Ia tanam benih itu di belakang gubuk.
Ndilalah!
Baru satu malam pohon itu telah tumbuh melebihi pohon-pohon tinggi di sekitar gubuknya. “Wah benar ternyata. Baik, akan kupanjati kau pohon ajaib. Mari tengok apa yang ada di balik awan.”
Ki Bongkok menunggu waktu tiga hari supaya benar-benar yakin bahwa pohon ini adalah pohon yang disebut di legenda. Ternyata memang iya. Pohon itu kini sudah tumbuh tinggi di ambang langit. “Baik. Akan kupanjati kau.”
Sulitnya bukan main memanjati pohon itu dengan kondisi punggungnya yang bongkok. Tapi dia tak berhenti. Telah dibawanya segala perlengkapan panjat. Pemikiran untuk membalas dendam kepada penduduk kaki gunung menjadi pendorongnya. Serta satu pengetahuan tentang adanya putri angsa jelita di atas sana yang bisa merubah seorang buruk rupa menjadi rupawan. “Hahaha, kalian akan menelan ludah sendiri!” Ki Bongkok tak sabar menanti saat penduduk menciumi kakinya.
Entah sudah berapa kali matahari terbit tenggelam. Ki Bongkok tak surut memanjati pohon ajaib itu. Meski kadangkala badai menyambar dan membuatnya tergelincir beberapa panjatan. Ki Bongkok tak berhenti.
Ada seekor elang yang mengganggunya. Elang itu mencemooh Ki Bongkok. “Kau tak akan bisa sampai di Atasawan! Jika pun sampai kau akan dibuang kembali ke daratan. Dewa di Atasawan tak sudi menerimamu oh kau yang buruk rupa!”
Ki Bongkok membungkam elang itu dengan serbuan anak panah. Tepat kena dan jatuh di kakinya. Ia cacah elang itu untuk persediaan tiga hari tiga malam. Di hari ke enam setelah peristiwa itu Ki Bongkok akhirnya sampai di balik awan. Tercengang ia melihat sebuah pulau melayang. Ia jejakkan kaki di sana dan mulai menuju satu istana di ujung pulau.
Perjalanan melelahkan selama lima hari. Punggungnya terasa kaku dan semakin bongkok. Tak surut ia melangkahkan kaki. Sampai di gapura istana ia menyelinap di perut kuda-kuda ternak yang masuk kandang tiap sore. Dari kandang ia bergerak menelusuri istana. Sepi sunyi sekali. Sepertinya dewa tak butuh orang lain.
Di suatu pintu ia mendengar isak tangis perempuan. Diduganya perempuan itu adalah Putri Angsa. Maka Ki Bongkok menyelinap masuk celah pintu. Dan benar. Makhluk anggun berwujud setengah angsa setengah wanita jelita. Terperangkap dalam kerangkeng besi. Memilukan.
“Kisanak?” di Putri Angsa mengetahui keberadaan Ki Bongkok. “Apakah kau datang untuk menyelamatkanku? Tempatku bukan di sini Kisanak. Tolong bawa aku ke bumi pertiwi.”
“Putri Angsa?” Ki Bongkok meragu. “Itukah kau seperti yang dikata legenda?”
“Betul Kisanak. Aku adalah Putri Angsa. Tolonglah aku, bebaskan aku, Kisanak. Nanti kau akan kurubah menjadi rupawan. Kau akan menjadi lelaki gagah tegap. Aku mau jadi istrimu bila kau menyelamatkanku.”
Tersentak oleh pemikiran indah itu, Ki Bongkok bergegas mengakali gembok kerangkeng. “Siapa yang mengurungmu Putri Angsa?”
“Raksasa jahat, kisanak.”
“Jadi bukan dewa yang ada di sini?”
“Tentu bukan. Dewa pastilah welas asih. Sementara raksasa tidak.”
Cklek. Pintu kerangkeng mengayun terbuka. Si putri angsa segera mengembangkan sayapnya. “Ayo bergegas kisanak. Sebelum si raksasa bangun.” Ki Bongkok menggelayut di punggung Putri Angsa.
Dari belakang terdengar raungan memekakkan telinga. Suara dentam langkah berat dan besar. Ki Bongkok sudah ketakutan. “Ayo terbang yang cepat Putri Angsa!”
Melesatlah mereka keluar dari jendela menara. Terjun cepat menembus udara ke daratan bumi pertiwi. Ke gubuk Ki Bongkok. Dengan hempasan sayap angsa ajaibnya, Putri Angsa menebang pohon ajaib. “Biar raksasa tidak turun ke bumi.”
Putri Angsa kemudian menanggalkan bulu angsanya. Ia menjelma menjadi wanita cantik jelita. Terpampang tubuh molek tanpa benang di hadapan Ki Bongkok. Membuatnya tegang. Akibatnya ia tersungkur sujud karena bongkoknya. Putri Angsa menyentuhkan tangannya di punggung Ki Bongkok. Keretakan tulang membuat punggunya lurus. Tubuhnya beralih rupa menjadi bagus. “Aku berterima kasih padamu Ki Bongkok. Telah menyelamatkanku. Maka kawinilah aku niscaya kau akan berubah menjadi lelaki tampan.” Maka pada malam itu mereka bercinta. Itulah surga pertama yang Ki Bongkok cicipi. Sungguh indah dan membuaikan.
Pagi harinya ia menuju sungai dan membuktikan ucapan Putri Angsa. Dan benar! Ia berubah menjadi lelaki tampan dan gagah. Ia pun bertekad turun gunung bersama Putri Angsa dan tampil sebagai dewa di hadapan penduduk kaki gunung.
“Oh menakjubkan. Rupawan sekali. Pastilah ia dewa yang turun dari langit hendak memberkahi kita.” Kata orang yang dulu menghina dan mengusirnya.
Semua orang sepakat. “Mari kita cium kaki dewa ini supaya kita terberkahi.”
Keinginan Ki Bongkok pun terkabul. Sewaktu satu orang bertanya, “Dewa, siapakah nama dewa?”
“Namaku Ki Bongkok.”
Semua orang terkejut. Mereka menelan ludah. Lalu seketika semuanya bersujud minta ampun. “Ampuni kami yang dahulu mencampakkan kau Ki Bongkok.”
“Aku ampuni kalian dengan syarat. Jadilah pelayanku, kalian semua! Jadikan aku Raja kalian. Abdikan hidup kalian kepadaku. Niscaya aku dan Putri Angsa akan memberkahi kampung kalian.”
Penduduk kaki gunung terhenyak. Bertanya-tanya. “Putri Angsa? Legenda?”
Putri Angsa menampilkan kembali bulu-bulu angsanya. Penduduk pun makin bersujud.
Dibuatkanlah rumah terbaik dari yang terbaik bagi Ki Bongkok dan Putri Angsa. Mereka setiap hari dilayani penduduk. Makanan tiada habisnya. Sebagai balas Putri Angsa memberikan beberapa helai bulu angsa yang bisa berubah jadi emas. Memberi kucuran dana lebih buat kampung.
Itulah momen Ki Bongkok menjadi puas, bahagia, bangga. Dendamnya terbalaskan. Dendam tak selalu harus mengambil nyawa. Membudak orang yang melukaimu adalah pembalasan terbaik.
Setiap malam Ki Bongkok bercinta dengan Putri Angsa. Dan selalu di setiap momen itu menjadi kejutan tersendiri. Putri Angsa memiliki trik-trik luar biasa untuk membuat Ki Bongko mabuk kepayang.
Sampai Putri Angsa hamil. Semakin waktu semakin membuncit. Ki Bongkok bahagia bukan kepalang. Ia akan punya keturunan!
Penduduk pun turut senang mendengarnya. Mereka makin maksimal melayani Ki Bongkok dan Putri Angsa.
Waktu sembilan bulan telah berlalu. Sudah mendekati waktu Putri Angsa hendak melahirkan. Ruangan khusus sudah disiapkan. Seorang dukun beranak telah siaga. Ki Bongkok berdebar menanti. Kebahagiaannya kian sempurna.
Dukun beranak beraksi. Ki Bongkok menanti di luar ruangan dengan cemas. Tak ia ijinkan satu pun penduduk ikut menunggu bersamanya. Ia menyuruh mereka pulang. Teriakan Putri Angsa membuatnya gugup dan cemas. Lalu hening…. Hening yang membuat hati tersayat.
Pintu menjeblak terbuka dan dukun beranak lari kabur ketakutan. Ki Bongkok curiga. Ia masuk dan mendapati telur emas besar di antara kaki mengangkang istrinya itu. Ki Bongkok heran, Putri Angsa tertawa histeris.
Ki Bongkok menyentuh telur emas itu. Yang tak terduga terjadi. Mulai dari ujung jarinya berubah menjadi emas. Kulitnya menjalar berganti emas. Ki Bongkok menjerit dan hendak kabur, tapi perubahan tubuhnya menjadi emas terjadi cepat. Membeku ia jadi patung emas berkilauan.
Si Putri Angsa bangkit dari ranjang persalinan. Ia mengetuk telur emas itu dan seketika meretak dan menetaskan sesosok makhluk. Bayi raksasa bertaring panjang. Menraung memekakkan telinga. Si Putri Angsa tertawa lepas. “Rencana kita berhasil!” ia katakan itu kencang sambil menatap langit.
Putri Angsa mendorong patung emas Ki Bongkok sampai jatuh dan hancur. Dari serpihan kehancuran itu ia memungut sebutir kehijauan. “Datanglah ke bumi, oh Raksasa tercintaku.” Putri Angsa melemparkan butir hijau itu ke tanah.
Tumbuhlah pohon ajaib kedua. Lebih cepat dari sebelumnya mencapai Atasawan. Di balik awan telah menunggu si Raksasa itu. Ia menyambut pohon tinggi itu lalu memanjat turun. Tak sabar bergabung bersama Putri Angsa untuk menguasai bumi pertiwi.



~~Haditha~~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

INSOMNIAC SLEEPING BEAUTY

LOKA / LOCA? -- Part 1 "SELEKSI"