GREEN REAPER -- CROSSOVER STORY


“GREEN REAPER”

-oOo-

Ada penjahat baru di kota indah bernama London. Pembunuh berantai yang dijuluki “Green Reaper” ini mengambil korban berumur antara 15 sampai 19 tahun. Kejahatannya berlangsung pada dini hari. Scotland Yard sampai kewalahan untuk menangkapnya. Sudah puluhan korban jatuh. Setiap beberapa hari sekali selalu ada orang tua yang melaporkan anaknya hilang, dan dua hari kemudian ditemukan tengkorak dengan secarik kecil kain hijau di belakang rumah mereka. Melalui uji tes DNA, diketahui benar itu adalah tengkorak anak mereka. Sungguh menggemparkan. Berita ini tak henti-henti digembar-gemborkan media selama setahun penuh. Sampai suatu hari, Detektif Wendy Darling turun tangan menangani kasus “Green Reaper” ini. Karena dia mengenali kain hijau itu tak lain adalah kepunyaan anak laki-laki yang pernah menculiknya sewaktu kecil dulu.

Peter Pan.

Dia berdiri di tepi karang di tengah lautan. Mengawasi kapal mewah yang berlayar menjauh. Kapten Hook telah merampok semua harta benda, bahan pangan, dan membakar habis seluruh isi pulau Neverland sehingga tak bisa ditanami apa pun, bahkan menculik beberapa anggota the lost boys untuk dijadikan budak. Kapten Hook juga telah menguras isi lautan sampai tak diketemukan satu spesies ikan yang bisa dimakan. Plankton pun tak ada. Kapten Hook berlayar ke ujung dunia. Meninggalkan Peter Pan. Kecewa karena telah ditinggalkan satu-satunya musuh yang bisa dikerjai, dan kekalahannya yang menyebabkan pulau menjadi mati, Peter Pan dan Neverland tak seperti dulu lagi.

Namun, Peter Pan tidak kehabisan akal. Sejauh apa pun Kapten Hook pergi meninggalkan Neverland, bayangannya selalu mengikuti ke mana dia pergi. Kembali lagi untuk memberi kabar. Sepanjang puluhan tahun Peter Pan dan The Lost Boys hanya minum air asin laut, sepanjang itu pula Peter Pan merancang balas dendamnya, si Kapten Hook yang tamak itu harus diberi pelajaran.

Sampai terdengar kabar bahwa Kapten Hook telah beranak pinak di dunia manusia. Dunia Wendy! Dan inilah saatnya memberinya pelajaran. Namun sayang, serbuk sihir Tinker Bell tak mampu lagi membuatnya terbang hingga dunia manusia. Hanya di sekitaran pulau Neverland saja ia mampu terbang sampai portal ke dunia manusia. Sisanya, ia bersiasat dan berlatih parkour. Bersama the Lost Boys ia membuat senjata dari puing-puing sisa perang. Puluhan pisau tersimpan di balik jubah hijaunya. Di pergelangan tangannya terdapat pisau lontar yang sangat tajam dan beracun.

Waktunya menghabisi keturunan Kapten Hook!

“Dia datang dari entah berantah. Tiba-tiba muncul dari suatu ketiadaan di udara. Dia melompati setiap atap bangunan, dengan penuh gaya dan teknik. Bayangannya tak menyertainya. Langkahnya hampir tak meninggalkan jejak. Ini mungkin karena dia selip.” Wendy Darling menunjuk atap bangunan ala victoria yang terdapat sedikit goresan berwarna hijau. “Dia menyumpah, lalu menyentak dengan kedua tangannya, ia melompat lagi ke gedung sebelah situ.” Wendy menunjuk gedung dengan cerobong asap yang mengepul di siang hari. Gedung itu dua blok dari tempatnya berdiri. Di sebuah jendela sebuah kamar. Tempat korban terakhir. “Ia menggunakan tali untuk melintasi jarak yang begitu jauh antara bangunan kuno itu dengan atap kedai kopi itu. Ia mengaitkan talinya pada tiang lonceng gereja. Mengusir burung-burung malam yang sedang beristirahat. Entah kenapa dia sedikit ceroboh kali ini. Ia tidak sengaja menyenggol lonceng sehingga berbunyi. Lalu ia berguling di atap kedai kopi itu. Dengan sekali hentakan kaki ia sampai di balkon apartemen ini. Tanpa usaha ia bisa membuka kunci pintu balkon. Masuk tanpa suara, mengambil anak John Hook, dan menjahit bayangan anak itu di ranjang.” Tampak bekas hitam di tempat tidur. “ini sangat mustahil terjadi. Lalu ia membawanya dengan dimasukkan ke dalam karung. Menggunakan sebuah gerobak. Mungkin dia menyamar. Coba tanyakan ke penjaga kedai, apakah dia melihat seseorang menarik gerobak malam hari tadi!” ada bekas ban di sepanjang gang sampai ke tempat awal Green Reaper muncul.

“Benar. Si penjaga kedai melihat seseorang menarik gerobak. Dia kira hanya tukang sampah atau pemulung.” Kata salah satu opsir.

“warna bajunya?”

“Hijau gelap.”

“Tidak salah lagi.” Kata Wendy sambil melihat kantong plastik alat bukti berupa robekan kecil kain hijau.

“Siapakah dia?”

“Seorang teman lama. Hei, coba kau cek setiap keluarga yang anaknya menjadi korban.”

“Ada garis yang menghubungkan mereka semua.” Opsir membuka catatan. “mereka semua memiliki nama belakang yang sama. Hook.”

Detektif Wendy Darling jongkok, mencermati genangan darang di bawah tengkorak di balkon. Ia mengeluarkan kaca pembesar dari sakunya. Mengamati lapisan tengkorak dengan dekat. “Ada tulisan di sini. You learn yet? I’m coming to get you. Ditulis dengan ukiran mikro. Ah, dia sedang menjalankan misi balas dendam. Bukan anak-anak ini sebetulnya yang dia inginkan. Dia menggunakan anak-anak ini untuk bertahan hidup.”

“Bertahan hidup?” sela si opsir.

“Ya, dia memakannya. Bersama anak-anak yang bersamanya. Untuk bertahan hidup. Di negeri asalnya terjadi musibah. Dia mengiris habis daging korban dan memasaknya dengan imajinasi. Darahnya dia kumpulkan di botol. Setelah perjamuan makan, dia mengukir dengan pisau runcing yang sangat kecil ujungnya di tengkorak. Setelah selesai dan tulang-tulang telah dibersihkan ia bawa lagi kemari dan menyiramnya dengan darah. Dia menginginkan El Kapitan d’Hook.”

“Bagaimana kita menangkapnya?”

“Itu urusanku. Malam ini aku akan ke kediaman El Kapitan.”

“Ini adalah serbuk terakhirku. Maafkan aku tak bisa ikut kamu makan anak-anak itu.” kata Tinker Bell.

“Tidak apa. Ini yang terakhir. Aku akan membunuhnya dan mengambil semua hartanya.” Kata Peter Pan.

“Semoga berhasil, Peter.” Kata terakhir Tinker Bell mengantarkannya pada tidur panjang karena kelaparan.

Dari atap gedung, si opsir meneropong. Ia melihat sosok berlompatan dari bangunan satu ke bangunan yang lain dengan mudah dan indah. Sering ia berdecak kagum melihat pembunuh berantai itu melakukan lompatan. Ia jadi percaya, benar, dia tidak memiliki bayangan. Semua sudah disiapkan. Berdasar deduksi detektif konsultan Wendy Darling, ia telah memetakan atap bangunan mana saja yang akan dilewati Green Reaper. Ia telah berkoordinasi dengan opsir-opsir lain. Mereka telah menanti kedatangan Green Reaper. Tapi ia terkejut, ia melihat melalui teropongnya banyak darah bermuncratan ketika opsir-opsir itu menghalangi jalan Green Reaper. Dengan pisau melengkung dia memutus kepala satu opsir. Menancapkan sebilah pisau tepat di dahi. Merobek dada hingga jantung opsir itu mencelat. Jubah hijaunya telah ternodai warna darah. Green Reaper melewati rintangan dengan amat mudah. Satu lompatan dengan menggunakan tali kait, ia berayun menerobos jendela mosaik rumah mewah kuno milik El Kapitan d’Hook.

“Ya Tuhan!” si Opsir memekik. Ia bisa melihat bayangan orang tumbang satu per satu. Darah muncrat mengotori jendela kaca yang jernih. Tak satu pun jendela kaca dibiarkan bersih tanpa setidaknya satu cipratan darah keluarga Hook. Yang bodohnya sedang berkumpul di mansion itu. “Wendy Darling dalam bahaya!”

“Halo. Hook!” Sapa Peter Pan pada akhirnya kepada seseorang yang duduk di kursi berpunggung tinggi dan berbalut kulit harimau. “Kau dapat pesanku?”

“Tentu saja. Kau melakukan hal yang sia-sia.” Kata El Kapitan. “Kau mengharapkan aku terluka karena kau membunuhi cucu-cucuku dan keluargaku?” mengelus-elus penutup matanya dan memuntir kumisnya yang penuh uban.

Peter Pan yang berlumuran darah, menggenggam erat pisau yang terbuat dari tulang. Dan tengah menyiapkan senjata terakhirnya untuk saat yang tepat.

“Ha! Kau bodoh ya? Keluarga bukanlah yang terpenting buatku, dan kau tahu itu! kau mengharapkan aku akan meminta belas kasihmu? Ha! Dasar bodoh!” Kapten Hook telah begitu tua dan tangan kanannya tak lagi dipasangi ‘hook’ melainkan tangan emas.

Peter Pan tertawa. “Aku tahu. Tapi bukan itu tujuanku.”

“Oh, kau ingin menghapus namaku dari muka bumi kalau begitu?”

“Nah, kau pintar.”

“Tapi, bisakah kau menghentikanku dari ini?”

Peter Pan tersentak.

“Peter, kau sudah dewasa?” kata Wendy lirih, ia diikat dan dipegangi dengan kasar oleh dua orang berkulit hitam yang ia kenali sebagai anggota the lost boys.

“Wendy?”

“Iya, Peter Pan. Aku Wendy. Aku tahu sejak awal ini ulahmu. Tapi, aku tak menyalahkanmu atas apa yang telah terjadi. El Kapitan pantas menerimanya. Jangan pedulikan aku. Tunaikan tugasmu.” Wendy sambil menangis. “Aku masih mencintaimu Peter. Aku bisa merasakan kehadiranmu pada setiap korban yang kau bunuh dan kau makan. Pada kain hijaumu, kau menuliskan pesan padaku.”

Peter Pan tertunduk.

“Ha! Tidak berjalan sesuai rencana, eh?” Kapten Hook terkekeh. Lalu dengan lambaian tangannya ia memberi tanda pada dua budaknya.

“Peter, pesanmu sungguh indah.” Itu kata terakhir Wendy sebelum tangan budak mengayunkan kapak ke tengkuk Wendy. Peter Pan tak melakukan apa-apa. Ia tak mau melihatnya. Tapi, bukan kepala Wendy yang menggelinding. Melainkan dua budak itu berteriak kesakitan karena kaki kirinya buntung. Kapten Hook terkejut sejadi-jadinya.

“Apa yang terjadi?”

“Dasar kau El Kapitan bodoh. Kau kira cuma Peter Pan yang mengincarmu? Kau kira cuma Peter Pan yang bisa melepas bayangannya?” bayangan Wendy melepaskan ikatan Wendy asli. Lalu ia berjalan mendekati Peter Pan dan berciuman di hadapan Kapten Hook.

“Kau tamat Hook.” Kata Peter Pan sambil menembakkan pisau lontar dari pergelangan tangan jubahnya. Tepat menusuk leher Kapten Hook, menyemburkan darah hitam kotor begitu banyak, menodai kulit harimau yang indah. Bayangan Peter Pan melakukan tugasnya, menyembelih kepala Kapten Hook dan menaruhnya dalam peti bekas emas. Di sana, bersandar di sofa berpunggung tinggi, tubuh Kapten Hook tanpa kepala.

“Mari kembali ke Neverland yang indah. Bersamamu. Menghabiskan waktu terakhir.” Wendy menciumi wajah Peter Pan yang penuh darah. “Tak kukira sebegini lama harus menunggumu. Untunglah aku cukup lama di neverland supaya tidak cepat menua di sini. Peter.. ayo kita kembali.”

“Tapi bagaimana?”

“Dengan ini.” Wendy mengambil kantong kecil dari dalam saku jubahnya. “Bubuk ajaib tinker bell masih ada padaku.”

“Kau hebat!” Peter Pan mencumbu Wendy sampai puas.

Bersama mereka menggotong dua budak kapten Hook. Memberi mereka kaki palsu dan menyuruh mereka membantu mengangkut seluruh harta Kapten Hook. Dan terbang kembali ke Neverland. Menaiki kapal mewah milik Kapten Hook yang tertambat di pelabuhan. Bersama – sama mereka membangun lagi Neverland. Seiring waktu salah satu the lost boys datang ke dunia manusia untuk menjual harta Kapten Hook dan berbelanja bahan-bahan apa saja yang bisa mengembalikan pulau mereka ke keadaan semula. Dan mulai dari waktu itu mereka berhenti memakan manusia. Keturunan kapten Hook sudah cukup. Dan daging mereka tidak enak.

Neverland kembali pulih. Namun tak lagi sama seperti sediakala.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

INSOMNIAC SLEEPING BEAUTY

LOKA / LOCA? -- Part 1 "SELEKSI"

KI BONGKOK, POHON AJAIB, PUTRI ANGSA