TIMUN MAS ARMY
~oOo~
“Hope is the great deceiver. Hope is the piper
who leads us sleepy to our slaughter.”
― Brent Weeks, The
Broken Eye
Rondo Wungu telah menjalani pernikahan selama belasan
tahun namun tak kunjung memperoleh anak. Apesnya lagi, yang membikin ia bersedih
hati tak habis-habisnya, suaminya meninggal. Meninggalkan misteri siapakah di
antara keduanya yang sebetulnya mandul. Rondo Wungu bisa dibilang perempuan
yang menarik minat. Di umurnya yang menjelang kepala empat, tubuhnya masih
bagus. Enak nyaman dipandang.
Semenjak kematian suaminya itu Rondo Wungu mengucilkan
diri. Dia membeli rumah kecil di pesisir, jauh dari keramaian. Ia tak mau
dikasihani oleh orang-orang. Meski berkabung, ia akan tetap bertahan hidup. Mempertahankan
harapan bahwa suatu saat nanti ia akan memiliki anak. Hal yang mustahil bila
Rondo Wungu telah menetapkan sumpah tak mau menikah lagi. Ia amat mencintai
mendiang suaminya. Akan ia pegang janji itu walau yang dicinta telah tiada.
Kepada Sang Hyang Tunggal ia memanjatkan doa. Ia mengharap
kisahnya bakal seperti Bunda Maryam. Yang memiliki anak dari cahaya. Tanpa persetubuhan
dengan lelaki. Tahu-tahu hamil dan tetap perawan. Empat puluh hari empah puluh
malam ia berdoa tak pernah putus.
Sampai ia kira Sang Hyang Tunggal menjawab doanya
melalui mimpi. Di mimpi itu ia bertemu mendiang suaminya.
“Wungu kasihku. Engkau telah memegang janjimu. Sumpah suci
kita. Bila di antara kita mendahului yang lain, maka yang masih hidup tak akan
mencari pengganti. Terima kasih telah menjaga kepercayaanku walau aku telah
tiada. Sebagai balasnya. Aku diutus langsung oleh Sang Hyang Tunggal untuk
memberimu anugerah. Yang senantiasa kau damba-dambakan. Yakni memiliki seorang
anak.”
Rondo Wungu teramat haru dan kemudian langsung
terisak. Ia menjatuhkan diri di kaki suaminya. “Aku rindu padamu suamiku. Bagaimana
aku akan memiliki anak? Sementara kau telah tiada.”
“Aku diberi kesempatan untuk hidup kembali dalam satu
malam. Temui aku di hutan. Ada sebuah kabin kecil di sana. Masuklah, aku
menunggumu di sana. Pada hari ketiga.”
Mimpi itu lenyap. Sewaktu terjaga Rondo Wungu mengisak
haru bahagia. Sampai pagi ia tak bisa menutup mata kembali. Ia ambil pakaian
mendiang suaminya dan dicium-cium. Menghirup kenangan yang telah lama sirna. Mencoba
meraih kembali esensi yang pernah tertinggal. Mengharap kehadiran dari aroma.
Pada hari ketiga, Rondo Wungu berdandan secantik dan
seharum mungkin, ia pun membersihkan organ intimnya. Debar hati mengiringi
setiap langkah. Ia akan bertemu kembali dengan suaminya. Tak mengapa walau cuma
satu malam.
Memang benar terdapat satu kabin tua di tengah hutan.
Rondo Wungu memasukinya. Dan jantungnya hampir berhenti karena senangnya. Suaminya
duduk santai dengan begitu tampan. “Wunguku sayang. Aku rindu denganmu.”
Disambarlah rindu itu dengan kuluman bibir yang
menderu dalam gairah. Begitu cepat pakaian satu per satu tertanggalkan. Semalaman
suntuk mereka beradu dalam buaian kasur goyang. Saling menjalarkan lidah
memberi gelitikan nikmat. Membasahi satu sama lain untuk kemudian saling
menaiki bergantian. Entah berapa kali Rondo Wungu mencapai puncak. Tak terhitung
jumlahnya. Rindu yang terlampau dalam mengalahkan lelah tubuh. Terus ia berpacu
dalam hasrat sampai berkucur keringat. Dan pada akhirnya Rondo Wungu terlelap
di dada suaminya. Puas. Harapannya pun akan terkabul.
Matahari telah merangkak naik. Sinarnya memecah dan
menerobos masuk celah-celah dinding kayu kabin tua. Membangunkan Rondo Wungu. Suaminya
telah tak ada di sampingnya. Benar memang hanya satu malam. Tapi kemudian
terdengar suara geraman dari pintu. Rondo Wungu terkejut dan menjerit. Semakhluk
buruk rupa berbulu lebat dan berbadan tinggi hampir tiga meter menggeram-geram.
“Manusia sungguh mudah dikelabui.” Si makhluk tertawa kejam. “Telah kutanamkan
benih dalam rahimmu. Seorang anak gadis akan kau lahirkan. Dan pada umurnya
yang keenambelas akan kuambil paksa dia darimu. Untuk kujadikan budak nafsuku. Seperti
kau yang semalaman begitu liar dan memuaskanku.”
Rondo Wungu seperti disambar guntur. Yang semalam
ternyata bukan suaminya. Ternyata raksasa kejam yang mengambil untung dari
perkabungannya. Tak peduli belum memakai pakaian, Rondo Wungu lari
terbirit-birit kabur menembus hutan kembali ke rumah kecilnya di pesisir.
Rondo Wungu kalang kabut. Ia harus menggugurkan
kandungannya. Mengerikan jika membayangkan memiliki anak dari raksasa buruk
rupa itu. Beragam cara ia gunakan untuk menggagal proses buntingnya. Tapi tampaknya
semua usahanya gagal. Perutnya bandel tetap membesar. Kehamilan itu pun
berlangsungnya cepat sekali. Sembilan puluh hari sudah seperti orang hamil
sembilan bulan. Rondo Wungu hampir menyerah dan akhirnya pasrah. Ia terima saja
apa jadinya. Toh nanti bakal diambil lagi oleh si raksasa laknat itu.
Mulas-mulas ia menahan sakit hendak melahirkan. Tak kuat
ia melangkahkan kaki jauh dari rumah untuk mencari dukun beranak. Maka ia
persiapkan sendiri ranjang persalinannya. Dikangkangkan kaki dan kemudian
mengedan sekuat tenaga. Rasanya seperti mau dicabut nyawa. Rondo Wungu
menjerit-jerit sendirian. Ketika ada sesuatu yang menyembul keluar dari lubang
wanitanya, ia merasa lega. Seperti segala kesakitan yang barusan terjadi hilang
saja.
Sewaktu ditengok karena penasaran kok tidak ada bunyi
tangis bayi, Rondo Wungu dibikin terkejut setengah mati lagi. “Sang Hyang! Apa yang
kau timpakan padaku? Apa dosaku?” Rondo Wungu histeris. Di antara kakinya
tergeletak dua timun berukuran besar dan berwarna emas. Kesialan terus menerus
menertawainya. Dalam keterpurukan Rondo Wungu menendang satu timun itu hingga
jatuh ke lantai. Barulah suara tangis terdengar. Kencang meraung-raung. Rondo
Wungu mengerahkan tenaga untuk menilik. Timun emas itu ternyata di dalamnya
terdapat seorang bayi perempuan mungil nan cantik.
Ketika melihat itu, serta merta Rondo Wungu luluh. Tangisnya
pecah lagi. Ia pun lupa segala kesialan dan ancaman keji si raksasa buruk rupa.
Si bayi menarik segala perhatiannya. Digendongnya bayi itu dengan penuh sayang.
Lupa sama sekali bahwa bayi itu adalah buah benih si raksasa. Ia sodorkan
teteknya yang telah membengkak karena terpenuhi air susu. Ia timang-timang dan
dinyanyikan lagu-lagu. “Namamu Timun Mas ya nduk ya.”
Rondo Wungu teringat buah timun satunya. Ia berharap
isinya bayi pula. Mungkin Timun Mas akan memperoleh saudara kembar. Ketika dibuka
ternyata timun itu tak berisi apa-apa selain daging timun dan biji-bijinya. Tak
mengapa, yang penting telah berada di dekapannya, Timun Mas. Lantas timun
satunya itu ia keruk dagingnya untuk makan berhari-hari. Dan bijinya yang
berjumlah enam puluh sembilan Rondon Wungu tanam di belakang rumah.
Bahagia telah menjadi sahabat Rondo Wungu. Timun Mas
tumbuh menjadi gadis cantik jelita berperangai baik. Kehidupan Rondo Wungu pun
kian membaik. Biji timun yang dahulu ia tanam berbuah banyak dan ia jual ke
pasar untuk memenuhi kebutuhan harian. Timun Mas pun senang membantu Rondo
Wungu. Ia senang bercocok tanam.
Segalanya membaik selama bertahun-tahun.
Baru kemudian ketika segalanya terasa sempurna buat
Rondo Wungu, kesialan datang bertamu dalam wujud Raksasa buruk rupa. Saat itu
Timun Emas menginjak usia enam belas tahun. Enam belas tahun! Rondo Wungu baru
ingat. Raksasa berjanji akan mengambil Timun Mas. Sayang sekali Rondo Wungu
telat ingatnya. Timun Mas telah raib. Si Raksasa datang tanpa suara menculik
Timun Mas.
“Tidaaaaak!!!” Rondo Wungu kembali berduka
sejadi-jadinya.
Ia kejar ke hutan tapi hutan telah dibentengi tembok
berduri. Mustahil bagi Rondo Wungu untuk menerobos masuk. Langkah Rondo Wungu
lunglai mencapai rumahnya.
Adalah pagi keesokan hari yang mengejutkan Rondo
Wungu. Timun kedua yang ditanam di pekarangan belakang rumah buahnya besar
sekali seperti kala pertama ia melahirkan. Warnanya pun emas. Ia sentuhi satu
per satu timun-timun itu. Dan satu per satu menetaskan bayi. Yang tak diduga
oleh Rondo Wungu adalah, mereka semua identik mirip dengan Timun Mas. Rondo
Wungu kebingungan mau bagaimana memberi makan enam puluh sembilan bayi
perempuan itu.
Anehnya dan untungnya. Bayi-bayi itu telah bisa
merangkak di detik berikut kelahiran mereka. Merangkak dan kemudian menggigiti
timun. Ah, mereka suka timun. Pikir Rondo Wungu. Satu per satu bayi Rondo Wungu
ambil dan diberi pakaian.
Barulah tahu Rondo Wungu bahwa bayi-bayi identik mirip
Timun Mas itu hanya mau makan timun. Mereka pun ajaib. Tumbuh kembang mereka
cepat sekali. Baru tiga bulan mereka sudah remaja. Mereka secantik Timun Mas. Supaya
tidak bingung Rondo Wungu menamai mereka dengan angka. Mulai dari Timun 1
sampai Timun 69. Mereka semua tumbuh lincah-lincah dan penuh aksi. Itu memberi
ide Rondo Wungu.
Dipanggilnya kawan lama pendekar ulung dari lembah
Tengkorak. Ialah Pendekar Warugan. Rondo Wungu hendak memberi perhitungan
kepada Raksasa yang menculik Timun Mas. “Latihlah 69 anak Timunku. Latih mereka
menjadi tangguh dan canggih menggunakan senjata. Aku mau Timun Mas kembali
padaku. Bagaimanapun caranya, raksasa itu harus binasa. Bisa kau melakukan itu?
Akan kubayar kau berapa pun.”
Pendekar Warugan menyanggupi. Selama empat puluh hari
ia latih semua putri Timun. Mereka cepat tanggap diberi pelajaran bela diri dan
tenaga dalam. “Mereka luar biasa, Rondo Wungu.”
“Raksasa harus mampus.” Rondo Wungu mengingatkan.
Setelah yakin 69 putri Timun telah sedigdaya Warugan,
Rondo Wungu membeli banyak sekali senjata dari penempa baja di negeri seberang.
Pedang, panah, tombak, meriam, basoka, gada beracun, cambuk api, panah silang,
senapan dan banyak lagi macamnya.
“Putri-putriku dari Timun 1 sampai Timun 69. Bunuhlah raksasa
di balik tembok berduri itu. Dan bawa Timun Mas kembali ke sini. Kembali ke
keluarganya.”
Mereka semua berseru berbarengan. Lalu berangkat
menuju jantung hutan. Lihai mereka melompati dan menghindari duri-duri tembok
tinggi. Dari balik tembok itu terdapat tombol yang mampu menghancurkan tembok. Salah
satu Timun memencetnya dan gemuruh tercipta. Tembok duri telah runtuh.
Lalu mereka beramai-ramai mengepung satu kabin di
tengah hutan. Memanggil raksasa buruk rupa dengan ragam cacian. Si Raksasa mengamuk
dan keluar dari kabin. Tak diketahuinya bahwa ia tengah dikepung dari banyak
arah. Puluhan panah terbang menembus jantung raksasa. Kemudian pemegang kapak
mendekat dan memisahkan kepala Raksasa dari tubuhnya. Yang lain menyusul,
menjadikan raksasa target tunggal. Selesai membantai, Raksasa hanya tinggal
keping-keping berdarah.
Salah satu Timun masuk ke kabin dan membopong Timun
Mas yang lemah tak berdaya karena tiap hari tiap malam dijadikan objek seksual
Raksasa.
Rondo Wungu menangis melihat keadaan Timun Mas yang
sudah tak karuan. Dalam lemah Timun Mas berbisik kepada ibunya. “Aku hamil anak
Raksasa, ibu.” Pecah tangis tanpa suara tanda pedih penderitaan berbulan-bulan.
Tak ada yang mampu dilakukan Rondo Wungu untuk
menggugurkan kandungan Timun Mas. Ia curiga hal yang sama terulang kembali. Pendekar
Warugan pun buntu ide.
Maka kehamilan itu dibiarkan saja apa adanya. Hari persalinan
pun tiba. Rondo Wungu harap harap cemas. Ia membantu dan menyemangati Timun Mas
untuk mengedan mengeluarkan kandungan. Seperti yang ditakutkan Rondo Wungu,
Timun Mas melahirkan satu timun besar. Namun warnanya berbeda. Perak. Rondo
Wungu membuka timun itu tapi tak ditemukan bayi. Maka hal yang dilakukan Rondo Wungu
adalah menanam biji timun itu di samping kebun timun emas yang dahulu.
Kondisi Timun Mas perlahan-lahan pulih. Selama enam
belas tahun berlalu tak ada lagi gangguan dari Raksasa karena ia sudah ditumpas
habis. Selama enam belas tahun itu Rondo Wungu mengetahui satu hal. Anak-anak
Timun 1 sampai 69-nya tak bisa mati. Acapkali mencapai usia tertentu mereka
berganti kulit dan kembali muda. Siklus yang tak pernah putus.
Pada tahun keenambelas seusai kejadian. Biji-biji
timun perak beralih menjadi buah timun besar-besar berwarna perak pula. Jumlahnya
69. Dari perut timun-timun perak itu muncullah bayi-bayi laki-laki. Sama rupa
semua. Sehat, montok, tampan. Tumbuh kembang mereka pun sama cepatnya seperti
Timun 1 sampai 69. Rondo Wungu menamai mereka dengan Perak 1 sampai Perak 69.
Ketika para Timun Perak telah mencapai usia dewasa
Rondo Wungu mengawinkan mereka dengan Timun 1 sampai Timun 69. Dari hasil
perkawinan itu lahirnya masing-masing 6 anak Timun Perunggu.
Ilmu bela diri dan tenaga dalam yang diajarkan
Pendekar Warugan masih membekas di diri Timun 1 sampai 69. Maka mereka
mengajarkan kepada suami-suami mereka para Timun Perak, kemudian anak-anak Timun
Perunggu pun ikut belajar.
Bertahun-tahun jumlah mereka makin berlipat-lipat
ganda. Hal ini terdengar sampai ke negeri seberang. Salah satu utusan kerajaan
datang dan meminta bantuan kepada Rondo Wungu.
“Kerajaan kami diserang oleh para raksasa. Kiranya anak-anak
Timun bisa menghabisi mereka?”
“Apa balasannya?”
“Harta, Pulau, apa saja yang Rondo Wungu inginkan.”
“Baik, kami akan membantu.”
Dimulailah bisnis Rondo Wungu dan Timun Mas.
PENDEKAR BAYARAN SUPER TIMUN MAS.
~~diadaptasi secara kurang ajar dari
Timun Mas~~
Komentar
Posting Komentar