BUTTERFLY HURRICANE


~oOo~
“Because what’s worse than knowing you want something, besides knowing you can never have it?” 
 
James Patterson, The Angel Experiment
“Because, if you could love someone, and keep loving them, without being loved back . . . then that love had to be real. It hurt too much to be anything else.” 
 
Sarah Cross, Kill Me Softly

Puspa tumbuh besar sebagai seorang putri Saudagar kaya di Kota Kupu. Ia dibesarkan di lingkungan cendekiawan. Banyak perguruan ragam cabang ilmu kehidupan berletak di sana. Tapi Puspa lebih menyenangi ilmu-ilmu rahasia atau yang sering disebut oleh para cendekiawan kota sebagai ilmu hitam. Tanpa sepengetahuan keluarganya Puspa belajar sendiri ilmu-ilmu itu. Ketertarikan dan rasa ingin tahunya sungguhlah besar. Amat besar sampai-sampai bisa buat menghantam gajah sampai mati.
Puspa beranjak remaja dan menjadi seorang putri yang jelita. Tapi ia tak mau terseret  kebiasaan perempuan kota anak saudagar kaya yang bila mencapai umur sekian belas harus sudah mau dipinang oleh lelaki kaya. Tidak. Puspa tidak mau menyia-nyiakan hidup dalam ikatan yang memuakkan itu. Hidup baginya adalah misteri yang harus ditaklukkan.
Ayahnya telah was-was diomongi rekan-rekannya. Dahulu ia pernah berjanji kepada rekan bisnis untuk menjodohkan Puspa dengan puteranya. Tapi menginjak umur tujuh belas Puspa selalu menyingkir bila ditanyai perihal perjodohan.
“Aku tidak mau, Ayah. Tidak sekarang. Aku belum ingin.” Kata Puspa kukuh.
Ayahnya tak bisa memaksa lebih lanjut. Maka ia memberi waktu.
Salah satu “ilmu hitam” yang dikuasainya adalah ilmu bongkar pasang tubuh. Yang ternyata berguna sekali pada waktu ia menemukan sebuah perguruan terpencil di Kampung Ulat. Letak kampung itu di lereng gunung Dadakembar. Nama perguruan itu adalah Kupubadai. Ilmu yang diajarkan perguruan itu adalah ilmu tenaga dalam, satu ilmu yang menjadi dambaan Puspa. Tapi syarat untuk menuntut ilmu di sana adalah harus laki-laki. Puspa tidak patah arang. Ia telah kuasai ilmu bongkar pasang tubuh. Maka ia mengiris payudaranya yang montok untuk disimpan di sebuah guci dan disembunyikan di bawah lantai kamar.
Puspa pergi ke perguruan itu diam-diam.
Di sana ia bertemu Topan. Lelaki muda yang tampan. Pada pandangan pertama Puspa sudah jatuh hati. Baru tahu ia apa itu cinta pada pandangan pertama. Tapi kendala menghalangi, Topan mengenal Puspa sebagai sesama lelaki. Nama yang digunakan Puspa dalam penyamarannya adalah Lesus. Puspa kudu menyimpan perasaan ini. Karena situasinya amat tidak mungkin. Ia ingin keduanya. Tenaga dalam dan Topan.
Maka ia mendekati Topan dan menjadi kawan seperguruan. Satu bilik satu kasur tingkat. Mereka saling mendukung dan saling mengajari. Seiring waktu mereka menjadi sahabat karib, kental dan erat. Tetap Puspa menyimpan perasaannya, yang kian hari kian bertambah karena Topan adalah pemuda baik senang membantu. Kadangkala Puspa merasa tersiksa oleh kondisi ini. Ia tak bisa mengungkapkan perasaannya. Puspa harus puas dengan hubungan dekat seperti kakak adik ini.
Diketahui oleh Topan dan Puspa bahwa tenaga dalam yang diajarkan di Perguruan Kupubadai ini bisa menjadikan jasad pelaku ilmu itu ketika mati berubah jadi kupu-kupu kahyangan yang indah. Puspa tertegun dan menginginkan hal itu terjadi nanti, demikian pula Topan. “Sesuai namaku, aku bakal jadi Topan Kupu. Badai Kupu-Kupu. Keren pastinya.”
Mereka menjalani laku-laku ilmu Kupubadai dengan tekun. Bolak balik naik turun gunung. Melatih pernapasan. Berlari malam hari di genangan air setinggi dada. Dan banyak lagi laku-laku rumit yang menguras tenaga. Mereka tidak berhenti. Malah makin kuat tekad.
Singkat cerita selama tiga tahun mereka mengejar ilmu itu. Keduanya sama-sama lulus dengan hasil yang memuaskan. Keduanya dilantik dan disahkan sebagai pelaku ajian Kupubadai.
Seusai pelantikan itu Puspa merasa harus mengungkapkan perasaannya. Maka ia menarik Topan ke sebuah ruangan.
“Ada apa Lesus?”
“Aku mau bilang sesuatu ke kamu.”
“Apa Sus?”
Puspa berdebar amat sangat. “Aku cinta kamu.”
Topan tersentak. “Hah? Maksudnya aku sayang kamu kan? Sebagai kakak adik?”
“Bukan. Aku memang cinta kamu. Dari awal bertemu.”
“Tunggu dulu. Ini aneh sekali. Jadi canggung. Kamu kan laki-laki.”
“Bagaimana kalau aku ini sebenarnya perempuan? Kau mau menerima cintaku?”
“Duh ini makin aneh. Mana mungkin itu?”
“Karena itu faktanya, Topan. Aku ini perempuan. Namaku Puspa.”
Topan tak menggubris. “Ah, kamu ini bercanda ya? Mau ngerjain aku ya? Ayolah kembali ke pesta.”
Puspa menjambaki rambutnya sendiri. Berpikir keras biar Topan percaya. Tiga hari keesokannya Puspa mengajak Topan pergi ke kota.
“Ngapain kita ke Kota Kupu?”
“Ke rumahku.”
“Hah?”
Puspa menceritakan kebenarannya. Topan mendengarkan sambil geleng-geleng kepala tak percaya.
“Aku mau buktikan ke kamu kalau aku ini perempuan.”
Puspa mengajak Topan masuk menyelinap ke kamarnya. Di situ ia melepas pakaian. Topan terkejut, bagian bawah tubuh Puspa tak berpenis. “Gilak!”
Puspa kemudian membuka lantai dan mengeluarkan guci. “Aku menguasai ilmu bongkar pasang tubuh. Aku menghendaki ilmu tenaga dalam Kupubadai. Makanya aku menyamar jadi laki-laki.” Puspa memasang payudara montoknya kembali. Terpampanglah tubuh molek aduhai Puspa yang asli.
Topan berdiri bergeming tak mampu mengerjap mata melihat Lesus yang diketahuinya sebagai laki-laki dan dianggap sebagai adik sendiri ternyata seorang perempuan. Kenyataan itu menghantamnya keras.
“Katakan sesuatu, tolong, Topan.” Puspa masih tak berbusana.
Topan tak bisa berkata-kata. Yang bisa ia lakukan adalah kabur. Ia meninggalkan Puspa yang mengharap balas cinta darinya. Puspa pun tak bisa mencegah perginya Topan. Ia sadari, pembalikan kenyataan ini memang sulit diterima. Tapi cinta ini sungguh terasa, Puspa mencintai Topan dan ingin menghabiskan hidup bersamanya. Menjadi kupu-kupu indah setelah kematian, bersama Topan.
Sakit sendiri oleh perasaannya, Puspa kembali ke ayahnya. Sang Ayah senang putrinya telah kembali. Puspa tak menjawab ketika ditawari pinangan dari putera rekan ayahnya yang kaya raya. Sang Ayah tak mau menerima tolakan dari Puspa maka ia anggap diamnya Puspa sebagai persetujuan.
Puspa merasa hampa ditinggal Topan. Dan kini seorang putera saudagar kaya hendak meminangnya. Ia tak berdaya ditimpa perasaannya yang kacau balau. Tak mampu menolak tak mampu menentang. Ia diam saja ketika diberitahukan tanggal pernikahannya.
Berhari-hari ia memikirkan Topan. Ia rindu teramat sangat. Seperti rindu langit terhadap bumi yang hanya bisa disambungkan dengan hujan. Puspa kemudian pergi menemui Topan.
“Maafkan aku telah melakukan tipu daya ini. Tapi cintaku murni kepadamu Topan. Semenjak kumelihatmu kali pertama.”
Topan tidak marah. Ia mendekati Puspa dan menyentuh pundaknya. “Aku menyayangimu. Itu benar. Tapi kuanggap kau sebagai adik laki-laki. Aku tidak tahu kau adalah perempuan. Mengetahui bahwa sesungguhnya kau adalah perempuan, membuatku bergidik aneh selalu. Sangat aneh bila terpikirkan kemungkinan kita bersama. Aku masih sulit menerima kenyataan ini.”
“Tidak mengapa Topan. Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku mencintaimu. Tidak mengapa kau tidak membalas cintaku ini.”
Puspa kembali pulang.
Ayahnya telah menyiapkan segalanya mengenai acara pernikahan Puspa. Puspa merasa hampa dan menerima saja semua itu. Undangan telah disebarkan. Dan ia meminta satu untuk diantarkan kepada Topan. Puspa kembali ke tempat Topan.
Yang didapatinya membuatnya hancur hati.
“Tempo lalu ada gerombolan penjahat yang membobol tempatku.” Kata si induk semang. “Mereka menyerbu Topan membabi buta. Topan melawan sengit. Tapi yah, orang yang berilmu tinggi pun bakal jatuh bila diberondong peluru tanpa henti.”
Surat undangan jatuh melayang dari tangan Puspa. Sepanjang perjalanan ia menangis. Induk semang memberitahukan letak makam Topan. Puspa mendatanginya dan mengharap ada kupu-kupu yang terbang dari nisan Topan. Tapi tidak ada.
Hari pernikahannya kian dekat. Hati Puspa sudah tak berbentuk lagi. Ia menjalani hari persiapan dengan semu. Tak terlalu menanggapi ketika si pelamar mengajaknya bicara. Sehari sebelum pernikahan digelar, Puspa mengajukan syarat. Ia minta untuk diajak berkendara dengan kereta kencana melewati makam Topan.
Jadilah pada hari itu Puspa satu kereta dengan ayah dan si pelamar. Tepat di dekat makam Topan terjadi hujan badai dan petir menyambar-nyambar bak amukan alam. Tanah longsor membuat kereta tak bisa berjalan lebih lanjut. Dan dari semua bencana tiba-tiba itu Puspa melihat makam Topan terbuka. Segala yang pernah ia lalui bersama Topan, semua kenangan indah, rasa yang ia pendam, rahasia yang ia tutupi, melintas cepat di benaknya. Tanpa pikir panjang Puspa berlari menerjang badai. Ayah dan si pelamar berteriak-teriak mencegah Puspa.
Inilah saatnya. Pikir Puspa. Untuk membuktikan ajian Kupubadai. Puspa masuk ke bukaan tanah makam Topan. Bergabung dengan lelaki yang dicintainya.
Puspa melebur dengan jasad Topan. Segera ia pindah alam dan bertemu dengan Topan. Di sana Topan memberitahu siapa dalang dari pembunuhannya. Adalah ayahnya sendiri. Mengetahui itu Puspa mengajak Topan untuk melancarkan aji Kupubadai.
Di tengah hujan badai, petir menggelegar dan tanah longsor, tanah terbuka dengan ledakan. Menyemburlah ribuan kupu-kupu biru. Membentuk badai dan melumat kereta ayah dan si pelamar Puspa.

~~dari kisah Sampek Engtay~~


Komentar

Postingan populer dari blog ini

INSOMNIAC SLEEPING BEAUTY

LOKA / LOCA? -- Part 1 "SELEKSI"

KI BONGKOK, POHON AJAIB, PUTRI ANGSA