SEMESTA PARALEL
~oOo~
Sihir mengacaukan hidupnya.
Ariana memberenguti bunga sakura, burung-burung
berkicau dan rerumputan hijau. Ia membenci semuanya. Dia membenci pondok kecil
bau asap, kebun subur melandai, bahkan ia membenci pancaran hangat sinar
matahari. Lebih-lebih, dia membenci surat yang ada di sakutnya. “Nona Ariana
Summerset,” surat itu bertuliskan, “Kami mengharap kehadiran nona.” Surat itu
ditandatangani oleh Raja.
Kebanyakan gadis-gadis—seperti tetangga Ariana, Kate—pastinya
akan kegirangan. Mereka mendambakan sihir, apalagi bakat milik Ariana: Perak,
yang paling jarang dan paling kuat. Namun sihir perak adalah tipuan. Ia liar,
tak terkontrol. Ia melakukan hal-hal yang tak diinginkan, seperti mengubah gaun
sutra anggun menjadi sepatu bot butut. Sop kambing lezat menjadi ikan forel
(Ariana membenci ikan). Singkatnya, sihir itu dapat memberimu apa saja, kecuali
yang kau minta.
Ariana mengeluarkan surat itu. Dia merobek-robeknya
dan membiarkannya terjatuh ke tanah. Kemudian menginjak-injaknya sampai lumat. Tetapi dia harus tetap pergi.
******
Amy menatap jam dinding. Pukul 2:31 dini hari. Ya Tuhan,
kapankah sifnya akan berakhir? Dia menghela
napas dalam, yang merupakan kesalahan. Ruang kerja dokter tercium seperti
kentang goreng dari kantin. Amy tidak akan tega menyuruh siapa pun untuk
menghirup udara—beraroma kentang goreng paprika berminyak menjijikkan—selama berjam-jam.
Siapa yang bertanggung jawab atas ini? Dia berharap orang itu mati jantungan.
(pastinya dia seorang laki-laki.)
Pukul 2:33 dini hari. Amy heran mengapa dia jadi
dokter di tempat ini. Dulu, dia sama sekali tidak tahu seperti apa nanti
pekerjaannya. Dia semata-mata bagus di ujian. Sekarang dia harus menyesali semua
jawaban benarnya, setiap esai yang ia tulis dengan kalimat elegan dan puitis. Jika
saja nilai SAT atau MCAT atau USMLEnya rendah, sial. Maka dia tak harus
berakhir di situasi ini.
*****
Ariana berdiri di pintu masuk istana. Ia merasakan
suatu firassat. Raja tidak pernah mengundang tanpa maksud. Meski Raja negerinya
seorang yang tua, gemuk, payah, dan agak gila, dia tetaplah seorang Raja.
Mungkin, dia akan dijadikan seorang Ratu. Rupa wajahnya
tersohor ke seluruh negeri. Ariana tersenyum bodoh; dia memiliki mata yang kecil,
hidung pesek, muka berbintik, dan rambut keriting. Lengannya kurus, dadanya
rata, dan kakinya panjang berotot. Tidak ada seorang pun yang bakal
menjadikannya ratu. Ratu Muka Kuda, barangkali.
Tidak, Raja menginginkan kemampuan sihirnya, Bakat
luar biasanya. Sesuatu yang mengacaukan masakannya dan membuatnya jadi penyihir
paling payah yang pernah hidup. Aku harap aku Katharina Hoe! Pikirnya. Kate
memiliki sihir hijau dan bisa membuat jagung brondong yang manis dan meletup
di dalam mulut. Keluarganya adalah petani selama bergenerasi. Kate bertunangan
dengan seorang anak pandai besi, seperti tradisi lama, terutama karena Kate
sedang hamil juga.
Putera pandai besi itu lumayan tampan, tapi Ariana
tahu dia akan jadi gemuk nanti. Beberapa tahun ke depan, lengannya akan
menggelambir. Berpikir begitu, Ariana tidak jadi iri dengan Kate.
Para penjaga menggiringnya masuk.
*****
“Kode Biru. Dewasa Kode Biru.”
Ketika Amy mendengar pengumuman itu, dia tercenung
sesaat. Beberapa detik berikutnya, pagernya berbunyi, dan dia segera sadar. Seseorang
mati di unit Neurosains. Sial. Sial sial. Dan aku tadinya melewati malam
tenang! Amy bergegas keluar dan menuju tangga. Wajahnya mungkin mirip kuda, tapi
dia bisa mengalahkan lift kapan saja.
Ketika dia sampai di ruang orang mati itu, sudah ramai
orang berkumpul. Seorang perawat sedang melakukan kompresi dada. Itu merupakan
kompresi dada yang lemot dan paling lemah yang Amy pernah lihat. Dia menggantikan perawat
itu dan mulai menghitung dalam benak: “Satu, dua, tiga, empat.” Cepat, seperti
denyut betulan.
Amy merasakan rusuk di bawah tangannya patah. Krakk. Rusuk
lain patah. Setelah dua menit, dia sadar dia tengah berdiri di kubangan
muntahan. Si pria mati itu muntah sebelum meninggal. Tangannya berlumur cairan
hijau lengket. Baiklah. Tak lebih buruk dari kentang goreng.
Tapi nyatanya memang lebih buruk.
Amy menatap si pria yang dia beri kompresi dada tanpa
ampun. Dia berumur tujuh puluh dua, lumpuh dan pikun setelah terserang stroke. Amy
berfirasat bahwa sudah waktunya pria itu pergi ke alam baka. Namun, lihatlah,
dia sedang menyelamatkan nyawa pria itu.
*****
“Putraku.”
Lelaki muda itu berbaring tak berdaya di tempat tidur.
Pipinya cekung, kulitnya pucat. Dia tampan, pikir Ariana, meski dalam
kondisinya yang sekarang: anak musim dingin.
Demam parah menyerangnya.
Sang Raja duduk di sebelahnya dengan pilu.
“Tolong selamatkan dia,” Raja memohon.
“Maafkan hamba,” jawab Ariana, “Yang Mulia butuh
seorang penyihir sungguhan.”
Sang Raja memejamkan matanya, dan Ariana menyadari
bahwa para penyihir sungguhan telah datang dan pergi dan kini dia harapan terakhir
sang Raja.
“Berikan hamba waktu sendiri dengannya,” Ariana akhirnya berkata.
Sesegera sang Raja pergi, rencana Ariana adalah untuk
kabur selagi punya kesempatan. Tapi dia tak mampu meninggalkan sang
Pangeran. Dia lebih tampan daripada putera si pandai besi.
Dia bersedekap. “Halo, Sihir. Apa kau di sana, yang
mengacaukan gaun dan sop dan membuat ayam-ayamku kabur semua… apa kau
mendengarkan?”
Ruangan sunyi lengang. Sejumput sarang laba-laba
menggantung di langit-langit. Ariana mendesah. Dia menyentuh tangan sang
Pangeran, dingin sekali. Tidak seperti telapak tangannya yang kapalan, tangan
pangeran lembut dan terpahat sempurna. Ariana berandai-andai bagaimana nanti
sang Pangeran membuka mata lalu menciumnya. Katarina Hoe pastilah bakal cemburu.
*****
Di dasar hati Amy dia ingin pria itu mati saja. Jangan
kembali. Pergilah dengan tenteram.
******
Di dasar hati Ariana dia ingin lelaki itu untuk hidup.
*****
“Oke,” Kata Amy, “Terima saja. Dia sudah pergi.”
Para perawat menatap dengan pandangan
pasrah yang memilukan. Mereka gagal. Ilmu medis telah gagal. Namun Amy
menyembunyikan senyumnya. Dia melihat roh pria itu melayang ke Akherat. Melambaikan
tangan.
*****
“Lalu apa yang terjadi?” Tanya Kate.
“Pangeran bangun.”
“Dia menciummu?”
Ariana menggelengkan kepala. “Apa kau bercanda? Aku melompat
jendela sebelum dia berkata apa-apa.”
"Kau gila!” Kate berseru.
“Percayalah,” kata Ariana, “Hal terakhir yang
kuinginkan adalah seorang Pangeran.”
Madeline Leong adalah seorang penulis dan dokter di
Baltimore, MD. Kunjungi blognya di: http://madelineleong.blogspot.com/
Komentar
Posting Komentar