CERITA PENDEK TENTANG MUNYUK YANG DILARANG PROTES


Di sekolah belantara, di mana murid-muridnya adalah para munyuk dan binatang-binatang yang setara, di mana guru-gurunya adalah gorila dan singa, ada satu munyuk yang mengalami kejadian tak mengenakkan.
Alkisah dikabarkan bahwa sekolah belantara satu itu sudah termasuk sekolah yang maju pemikirannya. Hanya saja, itu hanya sekadar kabar, bukan kenyataan. Kabar tersebut digunakan sebagai jubah nama baik saja, bukan penjiwaan atas kelakuan.
Si munyuk malang satu ini masuk ke sekolah belantara itu lantaran kabar tersebut. Dengan suka hati dia masuk dan belajar. Pada awalnya, kabar itu rasanya memang benar. Pemikiran dalam sekolah belantara itu cukup maju. Baik dari para guru dan murid-murid. Si munyuk jadi semangat sekolah. Suatu hari si munyuk berkata kepada kawannya, “asyik ya sekolah ini, sudah murah, kegiatan belajarnya juga menyenangkan.”
Si kawan hanya mendengus, ditambah dengan munyuk senior yang lewat dan ikut nimbrung berkata, “Kau belum tahu saja.” Dia ikut mendengus.
Ini adalah permulaan pertentangan batin si munyuk baru yang lugu. Dia mempertanyakan, apakah ada sesuatu buruk yang tak terendus olehnya? Sayangnya, hal itu dengan cepat dia bakal rasakan.
Suatu hari yang sial, si munyuk datang hampir terlambat. Dia tidak sendiri, dia terlambat bersamaan dengan munyuk dan ajak lain. Di pintu gerbang ada guru gorila juga. Mereka berjalan lambat-lambat, mengobrol dengan guru lain. Si munyuk dan murid lain yang terlambat jadi terlibat dorong-dorongan ingin masuk ke mulut gerbang. Akibatnya guru gorila terkena desakan itu. Dia sontak marah dan menyambar munyuk paling dekat, yaitu munyuk lugu kita. Guru gorila geram, dia tak mau mendengarkan penjelasan munyuk. Munyuk sudah minta maaf berkali-kali dan mengaku tidak bersalah, dia hanya kena dorongan dari belakang. Guru gorila tidak terima. Lantas dia menggampar si munyuk lalu menyeretnya masuk ke sekolah, dilempar ke hadapan para gorila yang lain. Di sana si munyuk jadi bulan-bulanan para gorila.
“Maaf Pak guru, saya tidak merasa mendorong Pak guru, saya kena dorongan dari belakang.”
“Halah! Jangan berkelit! Kamu melakukan hal itu dengan sengaja, dasar munyuk tidak tahu diuntung!” Si munyuk kena gamparan lagi. Guru gorila yang lain menyoraki untuk menghajar saja si munyuk.
Si munyuk sudah minta maaf beribu kali, guru gorila yang kadung marah tidak mau menerima. Dia terus saja melampiaskan amarahnya kepada si munyuk. Setelah sekian jam baru dia dikeluarkan dari hadapan para gorila. Si munyuk sudah babak belur. Hatinya terluka. Kepercayaannya terhadap sekolah ini telah terkhianati. Di sekolah ideal yang berpikiran maju, pikirnya, guru-gurunya harusnya mau mendengarkan. Tidak seperti tadi, tutup telinga terhadap penjelasan dan terus saja melampiskan kegeraman. Padahal jelas-jelas si munyuk tidak bersalah, tidak sengaja.
Oleh teman-temannya, dia diminta untuk melapor ke para bagong hutan. Mereka adalah penegak keadilan di belantara. Sayangnya, belum sampai si munyuk menghadap ke para bagong, guru gorila sudah keburu mendengar. Dia ditarik lagi ke hadapan gorila. Jadi bulan-bulanan lagi.
“Awas ya, kalau kau berani mengadukan ini ke para bagong, aku pastikan kau tidak aman di sekolah ini.”
Si munyuk diam saja. Dia sungguh sakit hati dengan perlakuan ini. Dalam hati, lebih baik aku keluar dari sekolah ini daripada diajar oleh gorila bangsat seperti kalian. Tak sudi aku berlama-lama di sekolah di mana gurunya arogan semua.
Hari itu juga, si munyuk memutuskan tidak lagi bersekolah di sana. Dan oleh dukungan teman-temannya, si munyuk tetap melaporkan hal tersebut ke para bagong.
Kasus yang menimpa si munyuk, menjadi bahan omongan oleh masyarakat belantara. Para pemirsa meresapi kisahnya dan menanggapi dengan sinis dan pesimis. Si munyuk sendiri berpikir, apakah para munyuk akan selalu ditindas oleh gorila-gorila arogan yang merasa punya kuasa? Bahwa kebenaran milik makhluk kecil seperti munyuk, tidak ada artinya?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

INSOMNIAC SLEEPING BEAUTY

LOKA / LOCA? -- Part 1 "SELEKSI"

KI BONGKOK, POHON AJAIB, PUTRI ANGSA